lazada

Rabu, 08 Desember 2010

Wapres: Penanganan HIV/AIDS Harus Sinergis

Jumat, 3 Desember 2010 | 15:19 WIB 
 JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Boediono meminta penanganan HIV/AIDS oleh sejumlah komponen dapat dilakukan secara lebih sinergi seiring meningkatnya kasus penyakit ini dalam beberapa tahun terakhir.

"Saya prihatin dengan tingginya angka pengidap HIV/AIDS di Indonesia. Kita semua harus mawas diri, mengapa ini bisa terjadi," katanya dalam peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-46 dan Puncak Hari AIDS se-Dunia di Jakarta, Jumat (3/12/2010).
   
Wapres mengatakan, peningkatan jumlah pengidap HIV/AIDS yang terus terjadi harus menjadi perhatian serius semua pihak, termasuk  instansi yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut. Apalagi dalam lima tahun mendatang Indonesia  dituntut untuk dapat menuntaskan delapan program sasaran pembangunan milenium (MDG’s).

"Kita harus pikirkan bagaimana kita membalikkan tren peningkatan jumlah pengidap HIV/AIDS ini, dalam empat hingga lima tahun mendatang. Kita harus benar-benar memikirkan, bagaimana menurunkan angka tersebeut, karena ini masalah nasional. Semua bidang kesehatan dan penyakit kita perhatikan dan tangani, tetapi fokus kita adalah HIV/AIDS karena suah menjadi masalah nasional," katanya.

Karena itu, tambah Wapres semua komponen termasuk instansi terkait harus bisa lebih koordinatif dan sinergi dalam penanggulangan HIV/AIDS.

"Kita sering sibuk sendiri-sendiri, sehingga hasilnya minim dan tidak optimal. Masalah kesehatan tidak sekadar menyangkut diagnosis dan memberikan obat, tetapi menyangkut antara lain gaya hidup, lingkungan, pendidikan dan lain-lain," tuturnya.

Boediono menegaskan," Mari kita pikirkan bersama, apa yang bisa kita lakukan untuk menyetop laju peningkatan HIV/AIDS. Kita harus transparan dalam penanganannya sehingga sikap sosial yang diberikan masyarakat tentang apa dan bagaimana HIV/AIDS juga positif,".

Pembelajaran publik
Wapres mengatakan, salah satu upaya menekan angka pengidap HIV/AIDS adalah melalui sosialisasi atau pembelajaran publik yang melibatkan semua instansi terkait.

Sosialisasi dapat dilakukan melalui media massa, dimasukkan dalam kurikulum di sekolah-sekolah dan lainnya mengingat sebagian besar pengidap HIV/AIDS adalah generasi muda.

Pada kesempatan yang sama Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengakui, sosialisasi tentang apa dan bagaimana HIV/AIDS belum optimal.  "Kita harus duduk bersama lagi untuk merumuskan sasaran yang  tept dan program untuk mengatasinya," ujarnya.

Menkes mengatakan, sasaran utama kasus AIDS saat ini adalah generasi muda dan pelaku heteroseksual. "Saat ini kita masih kesulitan untuk mensosialisasikan di sekolah-sekolah menengah, karena itu masih akan dirumuskan dengan Kemendiknas, tentu dengan bahasa yang disesuaikan. Yang jelas intinya tentang kesehatan reproduksi," kata Endang.

Untuk pelaku heteroseksual, lanjut dia, pihaknya masih kesulitan untuk mensosialisasikan hubungan seks berisiko yang aman dengan penggunaan kondom. "Masyarakat masih memandang, jika kita mensosialisasikan kondom, dianggap mendukung (seks berisiko), padahal tidak. Kalau bisa yang kita imbau mereka tidak melakukan hubungan seks berisiko," katanya.

Endang mengakui, pandangan negatif masyarakat terhadap penanganan  HIV/AIDS menjadi kendala besar yang harus dihadapi. "Selama ini kita hanya  menyasar PSK-nya, padahal para pelanggannya juga berisiko menularkan pada keluarganya, istri. Ya kita minta para lelaki, suami untuk lebih bertanggung jawab," katanya.
http://health.kompas.com/read/2010/12/03/1519283/Wapres:.Penanganan.HIV.AIDS.Harus.Sinergis.

Jumat, 03 Desember 2010

Pemahaman Remaja tentang HIV/AIDS Minim

Jakarta, Kompas - Pemahaman remaja tentang HIV/ AIDS masih sangat minim. Padahal, remaja termasuk kelompok usia yang rentan dengan perilaku berisiko.

Demikian terungkap dalam jumpa pers, Jumat (26/11) di Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta, terkait Peringatan Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2010 yang tahun ini dikoordinasi Kementerian Pendidikan Nasional.

Deputi Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) Bidang Pengembangan Program Kemal Siregar mengatakan, salah satu indikator kinerja pengendalian HIV/AIDS ialah pengetahuan. Persentase perempuan dan laki-laki usia muda (15-24 tahun) yang mampu menjawab dengan benar cara-cara pencegahan penularan HIV serta menolak pemahaman yang salah mengenai penularan HIV baru 14,3 persen.

Persentase itu antara lain mengindikasikan belum banyak remaja yang menguasai dengan komprehensif dan benar tentang HIV/AIDS. Edukasi remaja menjadi penting karena remaja termasuk orang terinfeksi HIV. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah kasus AIDS (kumulatif) sampai Agustus 2010 dari semua umur 21.770 orang.

Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional Hamid Muhammad mengatakan, edukasi HIV/AIDS selama ini diintegrasikan ke dalam kurikulum melalui Biologi dan Pendidikan Kesehatan Jasmani.

”Pekan depan akan ada review terhadap kurikulum dan pendidikan tentang HIV/AIDS dan lebih luas lagi soal reproduksi. Diusulkan agar lebih gamblang,” ujarnya.

Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Arief Rachman mengatakan, kekhawatiran tentang HIV/AIDS bukan berarti harus disikapi dengan membuat kurikulum khusus tentang hal itu. ”Edukasi tentang HIV/AIDS dapat diintegrasikan ke kurikulum yang sudah ada. Yang tak kalah penting ialah sejauh mana integrasi itu benar-benar terjadi di sekolah,” ujarnya.

Peringatan Hari AIDS Sedunia 2010 di Indonesia bertema Akses Pendidikan Universal dan Hak Asasi Manusia diikuti subtema Peningkatan Hak dan Akses Pendidikan untuk Semua guna menekan laju epidemis HIV di Indonesia dan tercapainya Tujuan Pembangunan Milenium.

Pada 1 Desember 2010 secara serentak para kepala sekolah akan membacakan amanat Menteri Pendidikan Nasional terkait AIDS yang diharapkan didengarkan oleh lebih dari 50 juta anak, remaja, dan pemuda. (INE)

Indonesia Hadapi Beban Ganda

Kompas.com - Penularan lewat hubungan seksual kembali menjadi cara penularan HIV/AIDS tertinggi di Indonesia. Sampai dengan bulan September 2010 tercacat 22.726 orang menderita AIDS. Sekitar 51,3 persen penularan berasal dari hubungan seksual pada pasangan heteroseksual dan 39, 6 persen infeksi berasal dari jarum suntik di kalangan pengguna narkoba.

"Saat ini Indonesia menghadapi beban ganda dalam cara penularan seksual, yakni lewat jarum suntik dan hubungan seksual. Meski begitu, dibanding dengan sebelumnya tahun ini kasus infeksi baru lewat jarum suntik turun menjadi 39 persen dari 50 persen di tahun 2006," papar Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), Nafsiah Mboi dalam acara peluncuran Pekan Kondom Nasional di Jakarta (26/11).

Ia menjelaskan, penurunan jumlah infeksi baru di kalangan pengguna narkoba itu antara lain disebabkan makin tingginya pengetahuan para pengguna narkoba mengenai HIV/AIDS. "Bisa dibilang sekarang mereka lebih bertanggung jawab. Bahkan, banyak yang membeli sendiri jarum suntik yang baru dan steril," katanya.

Di lain pihak, saat ini terdapat 1,6 juta orang yang hidup dengan HIV karena tertular dari suami atau pasangan seksual mereka. "Jumlah orang yang terinfeksi HIV AIDS menurut pekerjaan, yang paling banyak adalah ibu rumah tangga, baru diurutan berikutnya pekerja seks," tambah Nafsiah.

Karena itu saat ini KPAN gencar mengampanyekan penggunaan kondom terutama untuk hubungan seksual beresiko. "Untuk mengejar target MDG's kini kami melakukan strategi total footbal. Para pekerja seks harus diberdayakan bahwa mereka berhak untuk sehat. Di lain pihak para laki-laki juga ditingkatkan kesadarannya akan tanggung jawabnya sebagai laki-laki untuk mau menggunakan kondom jika mereka memiliki risiko tertular penyakit seksual, termasuk HIV," katanya.

Penggunaan kondom masih dianggap sebagai cara paling mudah dan efektif dalam mencegah laju penyebaran infeksi menular seksual, terutama HIV. Untuk itu menjelang Hari AIDS Sedunia tanggal 1 Desember mendatang, KPAN bekerja sama dengan DKT Indonesia, UNAIDS dan Indonesia Business Coalition on AIDS menyelenggarakan Pekan Kondom Nasional.

DKT Indonesia sebagai produsen kondom juga melakukan peluncuran produk kondom wanita sebagai bagian dari program Pilihan Wanita Karena Wanita Peduli. "Poin utama peluncuran ini adalah memberikan pilihan bagi wanita, khususnya jika pria menolak menggunakan kondom. Setiap wanita berhak melindungi diri," ujar Todd Callahan, country director DKT Indonesia, dalam kesempatan yang sama.

Life Skills bagi remaja

Life Skills


Untuk menghadapi berbagai tantangan pada saat ini, Remaja perlu dibantu dan difasilitasi dengan berbagai keterampilan. Keterampilan tersebut diantaranya Keterampilan Hidup (Life Skills). Konsep Keterampilan Hidup yang diuraikan dalam buku ini jauh lebih luas dari keterampilan yang pada umumnya dikembangkan. Keterampilan Hidup dalam Program Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja (PKBR) yang dibahas dalam buku ini mencakup : 1). Keterampilan Fisik yang intinya adalah bagaimana menyeimbangkan antara nutrisi, olah raga, dan istirahat; 2). Keterampilan Mental yang intinya adalah bagaimana berpikir secara positif; 3). Keterampilan Emosional yang intinya adalah bagaimana berkomunikasi dengan orang lain secara efektif; 4). Keterampilan Spiritual yang intinya adalah bagaimana bersyukur dan berdoa untuk memperoleh keridoan Allah SWT; 5) Keterampilan Vokasional yang
intinya adalah bagaimana menjadikan hobi dan bakat menjadi usaha untuk hidup mandiri; 6). Keterampilan Adversity yang intinya adalah bagaimana menghadapi kesulitan hidup dengan mengubah hambatan menjadi peluang. Diharapkan buku ini bisa menjadi bagian dari materi Program PKBR, sehingga Pendidikan Sebaya, Konselor Sebaya dan berbagai kegiatan latihan remaja dalam program PKBR dapat menginformasikan, membahas serta mendiskusikan materi Keterampilan Hidup ini secara lebih mendalam. Keenam materi Keterampilan Hidup yang diuraikan dalam buku ini diharapkan akan mampu memperkuat ketegaran remaja dalam menghadapi berbagai tantangan dan resiko kehidupan yang ada disekitarnya. Buku ini adalah hasil dari studi dan diskusi yang cukup panjang di lingkungan Direktorat Remaja dan PHR. Sudah barang tentu buku ini masih jauh dari sempurna, terutama sekali dalam gaya bahasa dan tata penyajiannya. Oleh sebab itu kepada semua pihak yang telah membantu sehingga buku ini bisa dicetak, dan kepada siapa saja yang sempat membaca kemudian memberikan saran perbaikan, kami ucapkan banyak terima kasih.