Jumat, 3 Desember 2010 | 15:19 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Boediono meminta penanganan HIV/AIDS oleh sejumlah komponen dapat dilakukan secara lebih sinergi seiring meningkatnya kasus penyakit ini dalam beberapa tahun terakhir.
"Saya prihatin dengan tingginya angka pengidap HIV/AIDS di Indonesia. Kita semua harus mawas diri, mengapa ini bisa terjadi," katanya dalam peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-46 dan Puncak Hari AIDS se-Dunia di Jakarta, Jumat (3/12/2010).
Wapres mengatakan, peningkatan jumlah pengidap HIV/AIDS yang terus terjadi harus menjadi perhatian serius semua pihak, termasuk instansi yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut. Apalagi dalam lima tahun mendatang Indonesia dituntut untuk dapat menuntaskan delapan program sasaran pembangunan milenium (MDG’s).
"Kita harus pikirkan bagaimana kita membalikkan tren peningkatan jumlah pengidap HIV/AIDS ini, dalam empat hingga lima tahun mendatang. Kita harus benar-benar memikirkan, bagaimana menurunkan angka tersebeut, karena ini masalah nasional. Semua bidang kesehatan dan penyakit kita perhatikan dan tangani, tetapi fokus kita adalah HIV/AIDS karena suah menjadi masalah nasional," katanya.
Karena itu, tambah Wapres semua komponen termasuk instansi terkait harus bisa lebih koordinatif dan sinergi dalam penanggulangan HIV/AIDS.
"Kita sering sibuk sendiri-sendiri, sehingga hasilnya minim dan tidak optimal. Masalah kesehatan tidak sekadar menyangkut diagnosis dan memberikan obat, tetapi menyangkut antara lain gaya hidup, lingkungan, pendidikan dan lain-lain," tuturnya.
Boediono menegaskan," Mari kita pikirkan bersama, apa yang bisa kita lakukan untuk menyetop laju peningkatan HIV/AIDS. Kita harus transparan dalam penanganannya sehingga sikap sosial yang diberikan masyarakat tentang apa dan bagaimana HIV/AIDS juga positif,".
Pembelajaran publik
Wapres mengatakan, salah satu upaya menekan angka pengidap HIV/AIDS adalah melalui sosialisasi atau pembelajaran publik yang melibatkan semua instansi terkait.
Sosialisasi dapat dilakukan melalui media massa, dimasukkan dalam kurikulum di sekolah-sekolah dan lainnya mengingat sebagian besar pengidap HIV/AIDS adalah generasi muda.
Pada kesempatan yang sama Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengakui, sosialisasi tentang apa dan bagaimana HIV/AIDS belum optimal. "Kita harus duduk bersama lagi untuk merumuskan sasaran yang tept dan program untuk mengatasinya," ujarnya.
Menkes mengatakan, sasaran utama kasus AIDS saat ini adalah generasi muda dan pelaku heteroseksual. "Saat ini kita masih kesulitan untuk mensosialisasikan di sekolah-sekolah menengah, karena itu masih akan dirumuskan dengan Kemendiknas, tentu dengan bahasa yang disesuaikan. Yang jelas intinya tentang kesehatan reproduksi," kata Endang.
Untuk pelaku heteroseksual, lanjut dia, pihaknya masih kesulitan untuk mensosialisasikan hubungan seks berisiko yang aman dengan penggunaan kondom. "Masyarakat masih memandang, jika kita mensosialisasikan kondom, dianggap mendukung (seks berisiko), padahal tidak. Kalau bisa yang kita imbau mereka tidak melakukan hubungan seks berisiko," katanya.
Endang mengakui, pandangan negatif masyarakat terhadap penanganan HIV/AIDS menjadi kendala besar yang harus dihadapi. "Selama ini kita hanya menyasar PSK-nya, padahal para pelanggannya juga berisiko menularkan pada keluarganya, istri. Ya kita minta para lelaki, suami untuk lebih bertanggung jawab," katanya.
http://health.kompas.com/read/2010/12/03/1519283/Wapres:.Penanganan.HIV.AIDS.Harus.Sinergis.